Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa.
Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut dan terdampar di pantai Jepara, kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan,
Win-tang berasal dari Aceh dengan nama aslinya Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528).
Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan yg kemudian mereka pindah ke Jawa.
Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada diwilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat.
Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri Sultan Demak, sehingga istrinya dijuluki Ratu Kalinyamat.
Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadirin.
Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara dan Tjie Hwio Gwan sang ayah angkat dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.
Pada tahun 1549 Sunan Prawata, raja keempat Demak mati dibunuh oleh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi adipati Jipang.
Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus yg menancap pada mayat kakaknya sehingga Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat menuju ke Kudus meminta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546).
Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya yg kemudian Sunan Kudus menjelaskan bahwa, wajar kalau Sunan Prawata mendapat balasan setimpal karena semasa mudanya ia pernah membunuh Pangeran Surowiyoto alias Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus dan memilih pulang ke Jepara bersama suaminya.
Namun ditengah perjalanan mereka dikeroyok oleh anak buah Arya Penangsang, dan Pangeran Kalinyamat pun tewas.
Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga sehingga oleh penduduk sekitar daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan.
Menurut cerita.
Dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu dan kemudian daerah tersebut dikenal dengan nama Kaliwungu.
Semakin ke barat dan dalam kondisi lelah, kemudian melewati Pringtulis dan karena lelahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) ditempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong.
Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudian melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Terima Kasih sudah berkunjung di blog ini dan jika ada kekurangan dalam postingan ini atau masukan bisa ditulis pada kolom komentar. Semoga Bermanfaat.